3 Ekonomi Sumber daya manusia yang berkualitas dapat membuat perubahan perekonomian masyarakat di Indonesia, namun pada saat ini tingkat SDM yang rendah hanya akan mempersulit perekonomian Indonesia sendiri. Pada saat ini juga semakin banyak SDM yang tidak berkualitas dan menganggur karena tidak mendapatkan pekerjaan.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pengertian Sumber Daya ManusiaSumber daya manusia SDM merupakan salah satu faktor dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptamkan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan pengertian diatas dapat kita ambil makna bahwa Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam kemajuan ekonomi islam di Indonesia dewasa ini. Dengan pertumbuhan ekonomi islam yang dari tahun ke tahun semakin eningkat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, menandakan bahwa peran serta sumber daya manusia yang berkecimpung dalam perekonomian islami ini sudah memainkan perannya dengan sangat baik. Sumber daya Manusia dalam perekonomian islam sudah memiliki aturan yang jelas dan tegas dalam mengelola perekonomian islam yang bertolak dari paradigma, azas dan karakteristik entitas perekonomian islam yang acuannya berupa sumber utama agama islam yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadist, yang tentunya jauh berbeda dengan pengertian sumber daya manusia dalam konsep umum yang hanya bertujuan dalam kenyamanan duniawi dengan mengabaikan faktor hal-hal penting yang menyangkut dalam kondisi SDM Indonesia, yaitu Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama 1998 sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka open nemployment. Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di penganguran sarjana merupakan kritik bagi perguruan tinggi dan sekolah negeri, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha siswanya. Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif hutan, dan hasil tambang, arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi Sumber Daya Manusia dalam ekonomi islamTanggung jawab sebagai pejuang Ekonomi islam yang diemban kita semua sebagai umat muslim harus dimaknai kembali sehingga kita tidak terjebak dalam batasan profesi dan pekerjaan tertentu, hingga nantinya semua umat muslim benar-benar sadar dan turut ambil bagian dalam memperjuangkan kualitas sumber daya manusia ekonomi islam sehingga "vitalitas" sumber daya manusia ekonomi islam di Indonesia mencapai titik ideal, sehingga dalam melaksanakan amanahnya dapat sesuai dengan apa yang telah digariskan tanpa mengurangi makna keterbukaan. 1 2 Lihat Money Selengkapnya
RendahnyaKualitas Pendidikan di Indonesia . 28 Juni 2022 10:04 Diperbarui: 28 Juni 2022 10:15 171 1 0 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto Pendidikan diartikan sebagai usaha pengajaran atau pembimbingan yang dilakukan secara kesengajaan sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang unggul, bertanggung jawab, dan mandiri.
JAKARTA, - Kecelakaan konstruksi pada proyek infrastruktur terjadi disebabkan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia SDM. Selain itu, pembangunan yang masih dilakukan secara sektoral juga ikut berkontribusi terhadap maraknya kecelakaan konstruksi. Guru Besar Universitas Pelita Harapan UPH Manlian Ronald A Simanjuntak mengungkapkan hal itu kepada di Jakarta, Rabu 4/11/2020.“Saya cermati ada dua hal penyebab kecelakaan konstruksi akhir-akhir ini, lemahnya kualitas SDM, bukan teknologi," jelas Manlian. Pada segmen SDM, budaya konstruksi Indonesia dinilai lemah karena para pekerja kurang ketelitian, kurang kompeten, kurang waspada, dan tidak tekun. Kedua, kecelakaan konstruksi terjadi karena pembangunan proyek infrastruktur masih sektoral. Baca juga Basuki dan DPR Bakal Tetapkan 7 Pengurus LPJK Baru Desember 2020Dia melihat, pembangunan proyek infrastruktur bagus dilakukan pada satu daerah. Namun, saat melibatkan lintas daerah, baik antar-provinsi, antar-kabupaten/kota dinilai tidak mudah karena terbentur dengan banyak aturan masing-masing wilayah. Hal ini karena belum ada aturan yang dapat menyinergikan dua belah pihak di daerah. Oelh karena itu, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi LPJK mendatang diharapkan dapat menyinergikan pembangunan tersebut. Manlian mencontohkan, terdapat pembangunan jembatan melintas dari daerah A dan daerah B yang selama ini dikendalikan oleh pemda masing-masing. Namun, ke depannya pembangunan jembatan tersebut harus saling bersinergi karena melintasi dua daerah. Dengan demikian, peran LPJK masa mendatang diharapkan dapat mencegah terjadinya kecelakaan atau kegagalan konstruksi. “Jadi, LPJK ke depan akan berkoordinasi dengan kepala daerah, antar gubernur untuk bersinergi yang selanjutnya akan berkoordinasi dengan bupati/wali kotanya,” pungkas Manlian. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
MeskipunIndonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, namun apabila sumber daya manusia yang dimiliki masih rendah maka Indonesia belum bisa dikatakan sebagai negara maju. Untuk itu sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan negara. Kualitas sumber daya manusia sangat berpengaruh dalam segala aspek
Mahasiswa/Alumni Universitas Serambi Mekkah10 Desember 2021 0353Hallo Sandi S, Jawaban yang tepat adalah E. Pembahasan. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan dalam bidang ekonomi adalah SDM. Rendahnya kualitas SDM dapat berdampak pada rendahnya tingkat produktivitas dan tingkat partisipasi dalam dunia kerja dan dalam proses produksi. Salah satu permasalahan yang terjadi di negara berkembang, ialah rendahnya kualitas sumber daya manusia SDM yang dimiliki. Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya kualitas SDM, seperti kemiskinan, kurangnya soft skill yang dimiliki oleh tenaga kerja, kurangnya kualitas pendidikan di sebuah negara. Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya kualitas sumber daya manusia SDM ialah akan meningkatnya angka pengangguran di sebuah negara. Semoga Jawaban Membantu
PeningkatanKualitas Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan 1. Pendahuluan Prioritas pembangunan nasional diletakkan pada bidang ekonomi seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), terlebih dalam menghadapi era globalisasi, khususnya perdagangan bebas di kawasan ASEAN 2003 dan di kawasan AsiaÂPasifik 2020, yang diwarnai dengan persaingan yang ketat dan menentukan jati diri
ABSTRAK Desa Plunturan berada di Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur yang terkenal masih sangat berkesinambungan dalam melestarikan kebudayaan khas daerah Ponorogo. Perkembangan teknologi komputerisasi dan mesin yang semakin canggih membuat beberapa jenis pekerjaan yang sebelumnya dikuasai oleh manusia pada akhirnya menjadi tergusur dan punah. Penyebab utama dari makin tersingkirnya peranan manusia dalam dunia pekerjaan adalah karena dari tahun ke tahun juga makin rendahnya kualitas sumber daya manusia. Permasalahan sumber daya manusia yang begitu komplek seringkali menyebabkan utama dari top manajemen atau pengambil keputusan mau tidak mau pada akhirnya menyingkirkan peranan manusia dalam organisasi atau perusahaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui, menganalisis dan menjawab peranan sumber daya manusia terhadap pengembangan desa. Penelitian ini mengambil narasumber dari beberapa tokoh penting yang ada di desa Plunturan, baik dari kepala desa sampai tokoh masyarakat. Penelitian mengambil data primer melalui wawancara, focus group discussion, dan observasi lapangan. Jenis penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian adalah gambaran mengenai kedalaman suatu peristiwa atau fenomena yang dapat dijelaskan oleh teori yang ada ataupun juga menghasilkan teori baru, sehingga data yang diharapkan dihasilkan oleh metode ini dapat merupakan data yang dalam dan detail. Sifat dari penelitian ini adalah penjelajahan secara terbuka, dan diakhiri dengan melakukan wawancara secara mendalam terhadap sejumlah kecil orang demi mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya. Sasaran penelitian adalah mendapatkan informasi tentang kebutuhan komunikasi, tanggapan, dan pandangan akan permasalahan yang sedang dihadapi. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 RENDAHNYA KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PENGHAMBAT PROGRAM PENGEMBANGAN DESA? Studi Kasus Desa Plunturan, Kec. Pulung, Kab. Ponorogo, Jawa Timur Oleh Tan Evan Tanditono, Dendi Arista Pratama4 ABSTRAK Desa Plunturan berada di Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur yang terkenal masih sangat berkesinambungan dalam melestarikan kebudayaan khas daerah Ponorogo. Perkembangan teknologi komputerisasi dan mesin yang semakin canggih membuat beberapa jenis pekerjaan yang sebelumnya dikuasai oleh manusia pada akhirnya menjadi tergusur dan punah. Penyebab utama dari makin tersingkirnya peranan manusia dalam dunia pekerjaan adalah karena dari tahun ke tahun juga makin rendahnya kualitas sumber daya manusia. Permasalahan sumber daya manusia yang begitu komplek seringkali menyebabkan utama dari top manajemen atau pengambil keputusan mau tidak mau pada akhirnya menyingkirkan peranan manusia dalam organisasi atau perusahaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui, menganalisis dan menjawab peranan sumber daya manusia terhadap pengembangan desa. Penelitian ini mengambil narasumber dari beberapa tokoh penting yang ada di desa Plunturan, baik dari kepala desa sampai tokoh masyarakat. Penelitian mengambil data primer melalui wawancara, focus group discussion, dan observasi lapangan. Jenis penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian adalah gambaran mengenai kedalaman suatu peristiwa atau fenomena yang dapat dijelaskan oleh teori yang ada ataupun juga menghasilkan teori baru, sehingga data yang diharapkan dihasilkan oleh metode ini dapat merupakan data yang dalam dan detail. Sifat dari penelitian ini adalah penjelajahan secara terbuka, dan diakhiri dengan melakukan wawancara secara mendalam terhadap sejumlah kecil orang demi mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya. Sasaran penelitian adalah mendapatkan informasi tentang kebutuhan komunikasi, tanggapan, dan pandangan akan permasalahan yang sedang dihadapi. Kata Kunci Sumber Daya Manusia, Pengembangan Desa, Budaya, Wisata. 1 Dosen FEB Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, email tanevan Dosen FEB Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, email mail achmadmaqsudi 4 Mahasiswa FEB Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, email tanevan 2 I. PENDAHULUAN Pada era revolusi industry hari ini, menuntut adanya perubahan dalam cara pendang kita terhadap peranan sumber daya manusia. Beberapa tahun belakangan ini, banyak penelitian mengenai peranan sumber daya manusia makin meningkat. Hal ini terjadi karena terdapat ketakutan secara masif diantara para pekerja maupun pencari kerja akibat makin tersisihnya peranan mereka dalam dunia kerja. Perkembangna teknologi dan sistem informasi secara masif dalam dekade ini makin menyudutkan peranan manusia dalam dunia kerja. Perkembangan teknologi komputerisasi dan mesin yang semakin canggih membuat beberapa jenis pekerjaan yang sebelumnya dikuasai oleh manusia pada akhirnya menjadi tergusur dan punah. Sebut saja pramusaji, teller, front office, dan sejenisnya. Masuknya teknologi menggeser peranan manusia dalam beberapa pekerjaan menyebabkan terjadinya tekanan yang makin berujung kepada kekhawatiran massal. Tekanan tersebut seringkali menjadi penyebab masalah sosial maupun menyebabkan tingkat kriminalitas makin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data sensus yang dilakukan oleh banyak negara yang dikumpulkan oleh PBB, menunjukan bahwa sampai akhir tahun 2020 tingkat pengangguran dunia mencapai dari 7,888,510,495 jiwa, yang menunjukan bahwa jumlah pengangguran diseluruh dunia mencapai 675,938,749 jiwa. Jumlah tersebut mungkin saja muncul akibat pengaruh pandemi COVID-19 yang merebak diseluruh dunia. Akan tetapi, gejala peningkatan pengangguran diseluruh dunia sudah dimulai jauh sebelum pandemi ini merebak keseluruh dunia. Yang menjadi penyebab utama dari makin tersingkirnya peranan manusia dalam dunia pekerjaan adalah karena dari tahun ke tahun juga makin rendahnya kualitas sumber daya manusia. Yang dimaksud disini adalah bukan hanya kualitas kecerdasan intelektual IQ saja namun juga kualitas kecerdasan emosional EQ dan kualitas kecerdasan spiritual SQ. Belakangan ini, permasalahan yang banyak muncul dalam dunia kerja seringkali bukan karena disebabkan oleh tingkat intelektual yang rendah melain lebih kepada rendahnya tingkat kestabilan emosional maupun juga spiritual. Tindak jarang keributan-keributan yang terjadi dalam sebuah organisasi atau perusahaan adalah karena disebabkan tidak dapat mengontrol diri, tidak dapat menguasai diri dan tidak dapat menahan diri. Sebut saja kasus korupsi, kasus pelecehan seksual, kasus diskriminasi rasisme dan banyak lagi. Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan dapat mengganggu pencapaian kinerja organisasi maupun tercapainya tujuan goal organisasi. Permasalahan sumber daya manusia yang begitu komplek 3 seringkali menyebabkan utama dari top manajemen atau pengambil keputusan mau tidak mau pada akhirnya menyingkirkan peranan manusia dalam organisasi atau perusahaan. Peranan mereka kemudian digantikan oleh teknologi dan sistem informasi yang belakangan ini sudah makin canggih dan begitu efektif efisien. Akibatnya, pengangguran menjadi meningkat ditengah keterbatasan lapangan kerja dan makin banyaknya pencari kerja. Keterbatasan lapangan kerja sendiri juga bukan menjadi hal yang baru. Hadirnya teknologi dan sistem informasi yang makin canggih juga menyebabkan pekerjaan-pekerjaan sederhana yang sebelumnya terbagi menjadi beberapa bagian, sekarang menjadi disederhanakan dan kesemuanya mampu diselesaikan oleh komputerisasi dan mesin dalam waktu sesingkat-singkatnya. Makin sempitnya pilihan jenis pekerjaan umum menyebabkan mau tidak mau manusia harus meningkatkan kemampuan diri untuk menjadi lebih spesialisasi sehingga kesempatan kerja menjadi lebih besar. Akan tetapi hal ini tidaklah mudah karena untuk menjadi spesialisasi membutuhkan tingkat pendidikan yang jauh lebih tinggi dengan disertai sertifikasi-sertifikasi kompetensi yang begitu komplek. Akibatnya, biaya pendidikan menjadi tinggi dan mahal. Seseorang yang mampu menjadi spesialisasi akan lebih berpeluang untuk tetap bekerja untuk jangka yang panjang. Namun tuntutan biaya yang tinggi dan mahal menyebabkan hanya segelintir orang saja yang mampu untuk mencapainya. Tidak banyak orang yang juga memiliki kemampuan bawaan sejak lahir yang mumpuni. Akibatnya walupun semangat juang itu ada namun pada akhirnya tidak dapat juga mencapainya dan manusia pada akhirnya cenderung untuk menyerah atau menggunakan cara-cara negatif untuk mencapainya. Hal ini kemudian menjadi penyebab utama munculnya masalah-masalah modern saat ini dan jurang pemisah dalam struktur sosial menjadi makin merenggang jauh. Adapun di Indonesia, perkembangan kota dan desa, pulau Jawa dan luar Jawa yang timpang sudah membuktikan hal ini. Ketimpangan sosial dan jurang perbedaan yang jauh antara satu wilayah dengan wilayah lainnya di satu negara dapat menjadi sumber masalah besar untuk sekarang dan masa yang akan datang. Pemerintah Indonesia sendiri, sejak kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo, telah mencanangkan pemerataan pembangunan diseluruh wilayah nusantara. Namun terhambatnya rencana pemerintah adalah tidak lain tidak bukan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia. Beberapa tahun terakhir, Indonesia terus menerus mengalami pergolakan yang tidak kunjung reda sejak era reformasi. Makin maraknya organisasi-organisasi radikalis intoleran, pemimpin daerah yang tertangkap tangan korupsi, demonstrasi 4 berbau politik yang ditunggangi kepentingan dan diskriminasi sosial ras suku agama terhadap kaum minoritas, menjadi ganjalan serius bagi pemerataan pembangunan. Pemerataan pembangunan membutuhkan kesehatian dan kesamaan visi misi dari atas ke bawah. Selain itu juga membutuhkan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni. Pengembangan desa terutama membutuhkan orang-orang terampil dan terdidik. Individu yang tidak saja memiliki kualitas kecerdasan intelektual saja namun emotional dan spiritual juga. Desa tidak akan dapat maju kalau mereka yang mengelolah dana yang telah dikucurkan oleh pemerintah pusat tidak memiliki kualiatas mumpuni. Oleh karena itu, perlu sumber daya manusia yang berkualitas untuk mengisi pos-pos penting dalam struktural pemerintahan desa, terutama para pengambil keputusan. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang ingin diangkat sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan adalah kajian tentang rendahnya kualitas sumber daya manusia penghambat pengembangan desa di Indonesia. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan ingin menjawab permasalahan sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas adalah untuk mengetahui, menganalisis dan menjawab peranan kualitas sumber daya manusia terhadap pengembangan desa di Indonesia. Adapun manfaat yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan yang telah dipaparkan diatas adalah sebagai berikut 1. Manfaat praktis yang ingin didapat melalui penelitian ini adalah agar seluruh tahapan penelitian dan hasil penelitian dapat memperluas wawasan sekaligus dapat memperoleh pengetahuan akan peranan kualitas sumber daya manusia terhadap pengembangan desa. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penilitian ini, penulis sangat berharap agar dapat diterima sebagai kontribusi untuk meningkatkan pengembangan desa. 2. Manfaat akademis yang sangat diharapkan oleh penulis adalah agar manfaat hasil penelitian ini dapat dipakai dan menjadi sumber rujukan bagi penelitian selanjutnya sehingga penelitian ini dapat diterima sebagai tambahan kontribusi terhadap masyarakat dan juga organisasi apapun. Selain itu penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti lain yang mengkaji tentang sumber daya manusia dan pengembangan desa. 5 II. KAJIAN PUSTAKA Desentralisasi Desentralisasi adalah penyerahan Kekuasaan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. pengertian ini sesuai dengan Undang-undang nomor 23 tahun 2014. Dengan adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana dapat didefinisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini sering kali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Machfud Siddik 2002 menulis, desentralisasi merupakan sebuah instrumen untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Dengan desentralisasi, akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak taxing power, terbentuknya Dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat. Secara umum, konsep desentralisasi terdiri atas 1. Desentralisasi Politik Political Decentralization; 2. Desentralisasi Administratif Administrative Decentralization; 3. Desentralisasi Fiskal Fiscal Decentralization; dan 4. Desentralisasi Ekonomi Economic or Market Decentralization. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Adanya desentralisasi akan berdampak positif pada pembangunan daerah-daerah tertinggal dalam suatu negara hingga daerah otonom tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional. Sumber Daya Manusia SDM Sebuah organisasi bisnis disusun dari sumber daya modal fisik, sumber daya manusia, dan sumber daya modal organisasi. Sumber daya modal fisik melibatkan lokasi geografis, aksesibilitas bahan baku, dan infrastruktur. Sumber daya modal manusia meliputi hubungan, kecerdasan, penilaian, dan pelatihan 6 karyawan dan manajer. Dan sumber daya modal organisasi adalah kombinasi dari proses formal dan informal, struktur pelaporan, dan jaringannya. Semua sumber ini adalah sumber yang signifikan bagi kekuatan dan produktivitas organisasi. Karyawan suatu organisasi dianggap sebagai faktor yang paling menonjol untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu organisasi di industri. Seiring dengan itu, struktur dan proses organisasi diperlukan untuk menggabungkan sumber daya dan struktur secara efisien untuk mendapatkan keuntungan strategis. Singkatnya, sumber daya manusia adalah pilihan strategis untuk memaksimalkan pengembalian Megginson, 1981. Sumber daya manusia adalah sebagai pengetahuan total, keterampilan, kemampuan kreatif, bakat, dan bakat tenaga kerja organisasi, serta nilai, sikap, dan keyakinan individu yang terlibat Megginson, 1981. Sumber daya manusia adalah seperangkat orang yang membentuk tenaga kerja dari suatu organisasi, sektor bisnis, industri, atau ekonomi. Konsep yang lebih sempit adalah modal manusia, pengetahuan dan keterampilan yang diperintahkan individu. Istilah serupa termasuk tenaga kerja, tenaga kerja, personil, rekan atau hanya orang Mathis & Jackson, 2003. Sumber daya manusia digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang bekerja untuk suatu perusahaan atau organisasi termasuk juga departemen bersangkutan yang bertanggung jawab untuk mengelola semua hal berkaitan dengan karyawan, yang secara kolektif mewakili salah satu sumber daya paling berharga dalam bisnis atau organisasi apa pun Kaufman, 2008. Sumber daya manusia adalah satu orang dalam keseluruhan tenaga kerja perusahaan, dengan setiap orang meminjamkan keterampilan dan bakatnya kepada organisasi untuk membantunya mencapai tujuan atau sasaran. Setiap orang yang bersedia menukar tenaga dan waktu, pengetahuan dan kemampuan mereka untuk mendapatkan kompensasi yang setara dalam upaya mencapai tujuan organisasi adalah sumber daya manusia. Termasuk apabila mereka adalah tenaga kerja paruh waktu, freelance maupun kontrak McGaughey, 2018. Menurut teori tradisional sumber daya manusia, karyawan hanyalah sumber produksi dalam organisasi. Dalam skenario saat ini, seorang profesional yang efisien harus tahu tentang keterlibatan, manajemen sumber daya manusia strategis, model sumber daya tuntutan pekerjaan, analisis SDM, sistem pelacakan Pemohon, pergantian Karyawan, laporan SDM, pengalaman karyawan, dan survei 360-derajat. Konsep-konsep ini sangat berbeda dari konsep-konsep konvensional SDM. Seiring dengan itu, konsep-konsep ini mengalami perkembangan bersama dengan berkembangnya juga organisasi dan karyawan selama proses pencapaian 7 tujuan. Dengan kata lain, karyawan harus dianggap sebagai aset penting untuk pertumbuhan dan kemajuan organisasi Flippo, 1980. Problem Sumber Daya Manusia Meskipun selalu muncul masalah aneh dan tidak biasa, namum ada banyak sumber masalah umum ditempat kerja yang dialami hampir setiap organisasi berkaitan dengan sumber daya manusia. Terdapat 7 tujuh masalah umum dalam pelaksanaan kerja yang berkaitan dengan sumber daya manusia McGaughey, 2018 adalah sebagai berikut 1. Tricky employee queries. Setiap masalah yang berkaitan dengan pekerjaan atau perselisihan harus disalurkan dengan benar untuk memastikan keadilan dan resolusi yang cepat. Sayangnya, tidak ada yang bisa memprediksi pertanyaan atau masalah setiap karyawan yang akan muncul dan solusi yang benar tersedia setiap saat. 2. Low employee retention. Tidak ada yang lebih buruk daripada menghabiskan berbulan-bulan kadang-kadang, bertahun-tahun melatih seorang karyawan hanya untuk menyaksikan mereka pergi begitu saja. Ini adalah pemborosan anggaran dan menempatkan organisasi kembali ke titik awal. Tidak ada yang dapat melarikan diri dari kenyataan bahwa itu adalah tugas penting dari organisasi untuk menjaga karyawan mereka. Bagaimanapun, mereka adalah aset perusahaan yang paling berharga karena mampu mendorong tingkat produktivitas yang tinggi dan daftar keterampilan yang dimiliki terus meningkat. 3. Drops in productivity. Produktivitas adalah perihal terwujud tercapai atau tidak. Sayangnya, hal-hal yang membuat sumber daya manusia tidak produktif tidak selalu begitu jelas. Hal ini dapat mendadak muncul tanpa disadari dan setelah muncul kepermukaan, memulihkan bisnis kembali menjadi jauh lebih sulit dari yang dipikirkan. Ini adalah masalah tempat kerja umum yang perlu ditangani dengan cepat. 4. Health and safety issues. Menggabungkan istilah 'kesehatan dan keselamatan' dengan 'dokumentasi' adalah satu cara yang pasti demi memastikan bahwa karyawan mengambil sedikit atau tidak tertarik pada keselamatan tempat kerja mereka. Seringkali, seorang karyawan tidak akan mempertimbangkan konsekuensi atau hanya 'mengambil kesempatan', dengan asumsi bahwa tidak ada hal buruk yang akan terjadi. Hal terakhir yang dibutuhkan atau diinginkan bisnis adalah karyawan yang terluka. Sementara yang paling penting adalah 8 kesehatan dan keselamatan rekan kerja, ada juga konsekuensi tambahan dari cedera di tempat kerja, termasuk penurunan produktivitas dan tindakan hukum yang berpotensi diambil terhadap perusahaan. 5. Discrimination and lack of inclusivity. Tidak ada yang melarikan diri dari fakta bahwa inklusivitas dan diskriminasi tetap menjadi masalah utama dalam bisnis. Oleh karena itu, perusahaan harus secara aktif bekerja untuk memerangi diskriminasi di tempat kerja dan berusaha untuk inklusivitas selalu. 6. Disciplinary action. Tindakan disipliner terhadap sumber daya manusia adalah sesuatu yang harus dihadapi setiap organisasi. Ini adalah pengalaman yang tidak nyaman bagi semua orang yang terlibat, tetapi adalah keharusan yang juga diperlukan. Recruitment. Menemukan orang yang tepat sangat menantang. Dengan semakin banyak pekerja yang memutuskan untuk melakukannya sendiri dan bekerja dalam kapasitas freelance dan pasar digital yang menawarkan beberapa saluran rekrutmen, mendapatkan bakat mungkin lebih menantang daripada sebelumnya. III. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas adalah untuk mengetahui, menganalisis dan menjawab peranan sumber daya manusia terhadap Pengembangan Desa. Penelitian ini mengambil narasumber dari beberapa perangkat desa yang ada di Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Pulung, Desa Plunturan, baik dari kepala desa sampai kepala dusun, dengan jumlah mencapai 5 - 10 orang. Dalam pelaksanaan dilapangan, penelitian ini mengambil data primer yaitu dengan menggunakan panduan wawancara personal, focus group discussion, dan observasi lapangan. Adapun data sekunder selain data primer yang diperoleh, didapat dari berkas-berkas milik perangkat desa plunturan meliputi profil sejarah desa dan struktur organisasi perangkat desa serta berkas-berkas pendukung lainnya. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Hasil akhir dari penelitian ini adalah gambaran mengenai kedalam suatu peristiwa atau fenomena yang dapat dijelaskan oleh teori yang ada ataupun juga menghasilkan teori baru, sehingga data yang diharapkan dihasilkan oleh metode ini dapat merupakan data yang dalam dan detail. Sifat dari penelitian ini adalah penelitian penjelajahan secara terbuka, dan diakhiri dengan melakukan wawancara 9 secara mendalam terhadap sejumlah kecil orang demi mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya. Sasaran dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang kebutuhan komunikasi, tanggapan, dan pandangan akan permasalahan yang sedang dihadapi atau fenomena yang muncul kepermukaan. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti dalam riset sosial ini akan lebih sering menerapkan observasi. Observasi adalah proses pengamatan fenomena sosial secara teliti untuk menemukan gejala-gejala sosial yang menarik. Gejala sosial yang ditangkap berpotensi menjadi masalah sosial yang penting untuk dikaji. Observasi dilakukan oleh peneliti sebagai ”orang luar” yang melakukan pengamatan. Peneliti bisa menggunakan alat bantu seperti gadget atau buku catatan untuk mencatat gejala sosial apa yang dilihatnya. Catatan penelitian merupakan hasil pengamatan yang sifatnya empiris. Selain itu, peneliti melakukan observasi partisipatoris, yang adalah proses pengamatan secara lebih detail dan mendalam. Mendalam artinya peneliti akan menjadi bagian dari masyarakat yang diteliti. Teknik observasi partisipatoris yang diterapkan dalam riset kualitatif ini, sebagai contoh, mengkaji komunitas lingkungan yang tumbuh dikalangan anak muda urban, ikut bergabung melakukan kegiatan komunitas dalam rangka pengamatan secara partisipatoris. Peneliti ikut kegiatan komunitas sebagaimana anggota komunitas lainnya. Etika penelitian menganjurkan agar aktivitas pengamatan dilakukan dengan sepengetahuan pengurus atau anggota komunitas. Namun apabila isu yang diteliti sensitif, peneliti bisa melakukan secara sembunyi-sembunyi dengan tetap menjaga privasi dan identitas anggota yang diteliti. Adapun observasi lain yang akan digunakan adalah observasi online. Observasi online yang akan dilakukan oleh penelitian adalah berputar pada isu-isu atau fenomena yang terekam secara online diberbagai media sosial maupun internet. Peneliti menjadi pihak netral yang dapat dianggap sebagai pihak ketiga yang mengamati fenomena yang terjadi dalam komunitas melalui kehadirannya di dunia maya. Validitas observasi online tergantung pada hasil temuan yang didapat dari rekaman data dari media sosial dan internet. Penelitian ini juga menekankan pada metode wawancara pada riset kualitatif ini, dengan dilakukan secara mendalam karena data yang diambil berupa narasi yang merupakan data primer sebagai data penelitian kualitatif. Untuk melakukan wawancara, sejumlah persiapan diperlukan, antara lain peneliti menyusun panduan wawancara, menyiapkan catatan atau alat rekam, mengatur 10 jadwal wawancara dengan calon narasumber atau informan. Uji coba wawancara diperlukan sebelum peneliti mewawancarai narasumber lebih lanjut. Satu atau dua narasumber pertama diwawancarai sebagai uji coba penduan wawancara. Peneliti mencatat apa kekurangan interview guide selama wawancara uji coba, kemudian melengkapinya. Pemberitahuan kepada interviewe tentang identitas peneliti dan riset yang dilakukan diperlukan sebagai bagian dari etika penelitian. Tahap berikut yang dilakukan dengan segera setelah data terkumpul adalah peneliti membuat ceklist untuk memastikan apakah semua data sudah terkumpul. Yang perlu diperhatikan adalah tidak ada dataset atau catatan lapangan yang sempurna karena selalu ada kekurangan dan celah setelah data terkumpul. Namun demikian, penting bagi peneliti untuk melakukan justifikasi bahwa data yang terkumpul sudah layak untuk dianalisis. Justifikasi tersebut tentu didasarkan pada desain riset awal tentang data apa saja yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Singkatnya, jika data dirasa cukup, maka bisa dianggap sudah lengkap. Tahap selanjutnya adalah dilakukan dengan cara mengamati atau membaca berulang- ulang apakah jawaban dari narasumber sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti, dalam arti semua pertanyaan terjawab dengan jelas atau semua pertanyaan terjawab secara memuaskan. Pemeriksaan kualitas data dilakukan untuk menentukan berapa data yang missing dan perlukah dilakukan pencarian data tambahan. Pada penelitian kualitatif, pengukuran seringkali tidak diperlukan karena memang umumnya fenomena kualitatif tidak bisa diukur atau sebaiknya tidak perlu demi menjaga kualitas data. Pengalaman kultural dan pemaknaan sosial oleh narasumber lebih relevan dijelaskan dengan narasi ketimbang skala atau angka. Analisis data kualitatif dilakukan dengan cara coding. Proses coding melibatkan penentuan konsep atau variabel yang mendahului. Coding memfasilitasi peneliti untuk membuat kesimpulan yang valid dan sistematis. Secara ringkas, koding merupakan proses kategorisasi data kualitatif sehingga bisa dengan mudah diukur atau dipahami. Konsep atau variabel yang ditentukan dalam coding akan merujuk pada rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Data lisan akan ditranskrip terlebih dahulu dan peneliti harus membaca hasil transkripsi secara berulang, sehingga diperoleh pemahaman dan pengertian yang benar dari pernyataan narasumber, sehingga tidak bisa hanya sekali saja dibaca. Dua atau tiga kali pengulangan biasanya dianggap cukup. 11 Hasil Wawancara Dengan Informan Pelaksanaan kegiatan penelitian di Desa Plunturan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut Tabel 1. Jadwal Penelitian dan Realisasi Bertemu dengan perangkat desa untuk ijin pelaksanaan penelitian Menyusun persiapan penelitian Penyusunan panduan wawancara dan persiapan kelengkapan acara FGD Terlaksana 13 Agustus 2020 Melakukan observasi dan wawancara ke 1 dengan calon narasumber pada acara FGD ke 1 untuk mengidentifikasi masalah dan fenomena Terlaksana 16 September 2020 Melakukan observasi dan wawancara ke 2 dengan narasumber terpilih pada acara FGD ke 2 untuk mendalami fenomena permasalahan Terlaksana 16 September 2020 Melakukan observasi dan wawancara secara mendalam ke 3 dengan narasumber terpilih pada acara FGD ke 3 untuk merumuskan solusi permasalahan dan fenomena yang terjadi Terlaksana 16 September 2020 Menyusun laporan penelitian dan luaran penelitian Tahap Penyusunan Laporan dan Luaran 12 Peserta Focus Group Discussion FGD pada tanggal 16 September 2020 di Desa Plunturan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut Tabel 2. Peserta FGD dan Realisasi Informan 16 September 2020 Informan 16 September 2020 Informan 16 September 2020 Informan 16 September 2020 Informan 16 September 2020 Informan 16 September 2020 Informan 16 September 2020 Sumber Data Primer Transkrip Wawancara Dengan Informan Pelaksanaan kegiatan penelitian di Desa Plunturan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo adalah dengan menggunakan metode wawancaran dalam 2 dua kali tahapan Focus Group Discussion FGD dengan beberapa informan kunci dan menghasilkan transkrip wawancara sebagai berikut 13 Tabel 3. Transkrip Wawancara Peserta FGD Selamat siang. penelitian ini tentang kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kebijakan desa. Sebelumnya karena ini bersifat formal dan dicatat. Saya boleh minta untuk memperkenalkan diri beserta dengan posisi jabatan serta tugas yang diemban ? Bpk. Suwarto Informan 2 Nama saya Suwarto, menjabat sebagai sekertaris desa dan kesehariannya adalah membantu tugas kepala desa. Bpk. Tri Pambudi Informan 3 Kalau saya perkenalkan Tri Pambudi, sebagai Plt Ketua BUMDes dan keseharian saya sebenarnya menjabat sebagai pengawas SPAM untuk Desa Pluturan. Kebetulan karena Ketua BUMDes sebelumnya pensiun, maka untuk saat ini sementara Bapak Kepala Desa meminta saya untuk menjabat Ketua BUMDes sampai ditunjuk orang yang berwenang berikutnya. Bpk. Suprapto Informan 4 Saya adalah Suprapto, menjabat sebagai Ketua UMKM desa Plunturan. Kesehariannya sebagai pedagang. Bpk. Napi Setyawan Informan 5 Perkenalkan saya adalah Napi Setyawan, menjabat sebagai ketua Pokdarwis desa Plunturan. Sehari-harinya bekerja sebagai pedagang. Bpk. Tri Pamuji Informan 6 Perkenalkan saya adalah Tri Pamuji, anggota dari Pokdarwis. Saya dengan Sutris. Saya adalah ketua kelompok karang taruna di desa Plunturan. Keseharianya sebagai buruh pabrik. Baik. Terima kasih. Penelitian yang saya lakukan ini berkaitan erat dengan kebijakan fiskal dan bagaimana pelaksanaannya sebagai bentuk dukungan terhadap pembangunan desa wisata budaya. Terutama desa Plunturan ini. Nah menurut bapak-bapak sekalian. Apakah kebijakan fiskal sudah benar-benar terdesentralisasi ataukah masih dikuasai oleh sebagian orang saja atau bahkan masih di pegang oleh Pemerintah daerah atau pusat ? Bpk. Suwarto Informan 2 Sepengetahuan saya. Kebijakan fiskal untuk desa Plunturan sudah terdesentralisasi ya. Dalam artian kebijakan tersebut sepenuhnya dipegang oleh desa. Dalam hal ini juga berarti segala bentuk kebijakan desa oleh kepala desa. Bapak kepala desa akan melakukan sosialisasi kepada warga dan melakukan rembukan sebelum mengangkat kebijakan apapun. Termasuk kebijakan fiskal. Bpk. Tri Pambudi Informan 3 Kalau pendapat saya. Terutama berkaitan dengan BUMDes. Saya rasa sudah terdesentralisasi. Jadi kebijakan sebenuhnya dibebankan kepada ketua BUMDes. Namun yang menjadi kendala disini adalah karena orang-orang yang menerima beban ini juga kurang berkompetensi, maka kebijakan itu sendiri kurang bisa dijalankan dan dilaksanakan sebagai mana mestinya walaupun kewenangannya sudah diberikan kepada yang bersangkutan. Selain itu karena kurangnya SDM yang mumpuni dan kompetensi yang baik menyebabkan sulitnya merumuskan kebijakan yang bisa membantu pengembangan desa wisata karena biasanya adalah ala kadarnya saja. Sing penting jalan. Bpk. Suprapto Informan 4 Saya setuju dengan pendapat Pak Tri. Masalah utama di desa Plunturan sebenarnya bukan terletak pada kebijakannya atau desentralisasi kebijakannya. Melainkan adalah SDM yang menjalankan atau merumuskan kebijakan itu sendiri. Desa Plunturan ini mengalami kendala akan kekurang SDM berkualitas yang mampu mengembangkan Desa Wisata. Banyak warga yang ada di Plunturan kalau ya ndak keluar daerah, mereka yang ada di desa biasanya pendidikannya ya begitu-begitu saja. Jadi akibatnya ya tidak adanya SDM yang mumpuni. Bpk. Tri Pamuji Informan 6 Kalau saya. Memandangnya dari regenerasi SDM ya. Karena SDM yang ada di Desa Plunturan mayoritas kalau tidak keluar ke Kota Madiun atau Solo, biasanya mereka pergi ke kota besar seperti Surabaya atau Malang. Yang menjadi persoalan adalah kemudian tidak ada kontribusi terhadap desa Plunturan. Jadi istilahnya adalah setelah keluar dari Plunturan, mereka ya good bye. Paling-paling mereka kembali kalau ndak lebaran ya acara-acara penting saja. Namun selebihnya tidak terlalu memberikan perhatian terhadap kampung halamannya. Sangat sedikit sekali yang bisa memberikan kontribusi nyata terhadap desa. Atau ada yang mau kembali ke desa untuk mengembangkan desa. Padahal desa sangat membutuhkan kehadiran SDM-SDM yang berkualitas agar dapat mewujudkan pengembangan Desa Wisata. Contohnya Bapak Tri Pambudi, harus merangkap beberapa jabatan dan masih belum ada ditemukan penggantinya, sehingga pekerjaan pak Tri juga makin menumpuk. Saya sangat setuju dengan pendapat bapak-bapak tadi. Sebagai ketua karang taruna, bukannya kami tidak ada orang-orang muda di desa Plunturan. Kelompok kami masih jalan dan masih terlibat dengan kesenian setempat. Namun ya itu, kendalanya adalah keterbatasan kualitas dari SDM nya. Selain karena lingkungan dan juga latar belakang pendidikan, juga tingkat ekonomi yang kurang. Banyak orang-orang muda desa merantau keluar dari desa karena desakan faktor ekonomi. Mereka pergi karena di desa sendiri tidak ada mata pencarian yang mencukupi. Setidaknya mereka pergi ke kota-kota yang lebih besar dari desa Plunturan. Seperti Ponorogo atau Madiun. Mayoritas juga bekerja sebagai buruh pabrik dan karyawan. Kalau dari pendapat Bapak-bapak tadi saya menangkap bahwa bukan perkara apakah kebijakan fiskal terdesentralisasi atau tidak melainkan yang merumuskannya yang tidak ada. Masalah kualitas SDM juga menjadi kendala. Apakah benar begitu ? Kalau sebenarnya ada dukungan SDM yang mumpuni di desa maka sebenarnya tidak sulit untuk mengembangkan desa wisata. Namun keterbatasan orang yang ingin mewujudkannya itu yang menyebabkan kesulitan ini terjadi. Belum lagi kalau di desa, masih ada friksi antar kelompok-kelompok tertentu karena rendahnya tingkat pendidikan sehingga masih berpikir dengan cara yang lama. Masih bergolong-golongan dan tidak bisa berpikiran maju. Bpk. Suwarto Informan 2 Ya itu juga kendalanya Mas. Masih ada kelompok-kelompokan sehingga terkadang perangkat desa juga kesusahan dalam merumuskan kebijakan apabila tidak di dukung oleh kelompok masyarakat. Dan kelompok masyarakat sendiri saling bertentangan antara satu dengan yang lain karena kepentingannya sendiri-sendiri. Bpk. Tri Pambudi Informan 3 Itulah mengapa susah sekali untuk maju kalau masih seperti itu. Terkadang juga masih dibawa dendam. Padahal harusnya kalau dalam rembukan sudah selesai ya selesai. Tapi terkadang masih bisa terbawa sampai di luar rembukan. Contohnya saja ketika pemilihan kepala desa. Kalau pemilihan sudah selesai seharusnya sudah selesai, tapi yang terjadi malahan masih berlanjut dan menimbulkan friksi-friksi diantara warga. Oh sampai begitu ya. Apakah dari pihak perangkat desa sendiri ada langkah-langkah konkrit untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini ? Bpk. Suwarto Informan 2 Sebenarnya pihak desa atau pemerintah desa sudah banyak melakukan mediasi-mediasi dan rembukan supaya dapat menyelesaikan permasalahan seperti ini. Namun ya terkadang dalam rembukan sudah beres tetapi ketika diluar masih juga bisa kembali lagi muncul kepermukaan masalah-masalah sebelumnya. Kalau menurut Bapak-bapak sendiri, kira-kira solusi terbaik untuk permasalahan regenerasi dan juga permasalahan friksi-friksi diantara kelompok masyarakat sendiri seperti apa ? hal ini dalam konteks untuk dapat mewujudkan pengembangan desa wisata. Karena menurut saya, selama masalah seperti ini tidak dibereskan maka akan sulit kedepannya untuk bisa menindakjanjuti pengembangan desa wisata. Akan sulit kedepannya karena tidak ada kesepakatan dan kekompakan dalam menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah maupun desa dalam mewujudkan desa wisata. Bpk. Napi Setyawan Informan 5 Baik, saya mungkin akan menjawab. Untuk permasalahan desa memang harus dibereskan dari akarnya. Karena sebenarnya masalah utama desa semua bermula dari tingkat kesejahteraan masyarakat. Saya percaya kalau di desa Plunturan kesejahteraan itu cukup maka sumber daya manusia potensial di sini tidak akan pergi keluar dari desa. Mereka bisa menemukan pekerjaan yang layak disini sehingga mereka juga bekerja mencukupi kebutuhan hidup sambil juga partisipasi dalam mengembangkan desa. Selain itu, kualitas pendidikan yang ada di desa Plunturan sendiri juga perlu di tingkatkan sehingga skill maupun ability dari SDM di desa Plunturan menjadi cukup mumpuni, sehingga kita tidak akan kekurangan SDM dalam mengembangkan desa Plunturan. Kalaupun nantinya mereka harus keluar dari desa Plunturan untuk menuntut ilmu, kita juga tanamkan rasa cinta kepada kesenian budaya Plunturan supaya nantinya ketika mereka sukses di luar mereka bisa tetap kembali untuk memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung. Bagi yang bisa kembali, ya kembali untuk menduduki jabatan- jabatan penting di desa. Kalau tidak ya bisa lewat dukungan-dukungan lainnya seperti membantu membangun jaringan-jaringan mitra dengan perusahaan atau institusi di luar desa Plunturan. Nah rasa cinta terhadap desa inilah yang harus kita pupuk dari sejak sekarang. Kalau tidak makin lama akan makin berkurang orang-orang yang peduli dengan desa ini dan makin pudarlah harapan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan desa serta mengembangkan desa menjadi desa wisata. Sebelum semuanya terlambat. Menyambung jawaban dari Pak Napi tadi. Itulah mengapa kami kelompok karang taruna dan juga kelompok pemuda desa mulai juga menumbuhkan rasa cinta kepada remaja anak-anak desa melalui melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan kesenian desa walaupun kapasitas mereka tidaklah besar seperti orang dewasa. Kami rutin mengadakan kegiatan latihan-latihan seperti reog, gajah-gajahan dan karawitan supaya setidaknya mereka akan pernah mencicipi rasa dari kebudayaan desanya sendiri. Kami bekerja sama dengan para sesepuh desa untuk menanamkan filosofi-filosofi dari masing-masing kesenian agar nantinya mereka latihan itu bukan hanya paham gerakannya yang diluar tetapi juga paham betul makna yang terkandung dari setiap gerakan tersebut. Saya percaya kalau ini terus menerus dilakukan maka akan tertanam rasa cinta terhadap kesenian budaya daerahnya bukan hanya luaran saja tapi sampai merasuk kedalam batin mereka. Seperti itu. Bpk. Tri Pamuji Informan 6 Saya sedikit menambahkan saja. Sebagai anggota dari kelompok Pokdarwis, saya sendiri merasakan bahwa pentingnya kebersamaan dan kekompakan dalam mewujudkan cita-cita desa bersama. Kalau tidak adanya kekompakan, maka sulit dalam mewujudkan desa wisata. Karena setiap kebijakan yang ada tidak akan dapat dijalankan. Tapi saya cukup salut dengan Bapak Kepala desa yang lumayan sering melakukan sosialisasi-sosialisasi terhadap kelompok-kelompok masyarakat desa agar bisa terbangun satu visi misi yang sama dan jelas di dalam diri warga desa. Walaupun sampai saat ini masih dirasa kurang, tetapi saya percaya lambat laun akan muncul perubahan ditengah-tengah warga desa. Asal kita tidak menjadi putus asa saja dan berhenti. Begitu tanggapan saya. Saya rasa apa yang menjadi tanggapan dan masukan dari Bapak-bapak sekalian semua adalah solusi yang harus kita wujudkan bersama agar bisa terwujudnya pengembangan desa wisata di Desa Plunturan. Karena berhubung waktu, maka saya rasa wawancara kita siang ini kita akhiri sampai disini. Terima kasih banyak sudah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat berbincang-bincang dengan bapak-bapak semua dan terima kasih atas respon yang demikian luar biasa. Matur Suwun. Sumber Data Primer IV. PEMBAHASAN Pengembangan Desa Wisata Budaya Berdasarkan kegiatan wawancara dalam FGD dengan informan di Desa Plunturan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo adalah menghasilkan hal-hal sebagai berikut 1. Berdasarkan entry dengan Bpk. Tri Pambudi Informan 3, dapat diperoleh informasi bahwa yang menjadi permasalahan dalam mewujudkan desa wisata budaya, bukanlah karena desentralisasi kebijakan fiskal saja. Beliau berpendapat bahwa penekanan yang utama justru orang-orang yang menjalankan kebijakan tesebut tidak memiliki kompentesi yang mumpuni. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Namun yang menjadi kendala disini adalah karena orang-orang yang menerima beban ini juga kurang berkompetensi, maka kebijakan itu sendiri kurang bisa dijalankan dan dilaksanakan sebagai mana mestinya walaupun kewenangannya sudah diberikan kepada yang bersangkutan…” artinya letak permasalahan sesungguhnya dari pengembangan desa wisata budaya adalah bukan karena 20 desentralisasi atau tidak desentralisasi kebijakan saja, namun lebih kepada masalah kurangnya kompetensi sehingga pelaksanaan kebijakan tidak dapat berjalan dengan benar. Selain itu, informan juga menambahkan bahwa “...Selain itu karena kurangnya SDM yang mumpuni dan kompetensi yang baik menyebabkan sulitnya merumuskan kebijakan yang bisa membantu pengembangan desa wisata karena biasanya adalah ala kadarnya saja. Sing penting jalan...” artinya bahwa setiap kebijakan yang dirumuskan hanya akan dijalankan dengan ala kadarnya saja dan tidak ada sikap lebih dalam memastikan bahwa kebijakan-kebijkan tersebut dapat terlaksana dan terimplementasi dengan benar dan tepat. 2. Berdasarkan entry dengan Bpk. Suprapto Informan 4, dapat diperoleh informasi bahwa yang menjadi permasalahan lebih lanjut dalam mewujudkan desa wisata budaya, adalah karena terjadinya kekurang sumber daya manusia SDM yang berkualitas sehingga kebijakan desa tidak dapat dijalankan dengan sesuai harapan. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Masalah utama di desa Plunturan sebenarnya bukan terletak pada kebijakannya atau desentralisasi kebijakannya. Melainkan adalah SDM yang menjalankan atau merumuskan kebijakan itu sendiri. Desa Plunturan ini mengalami kendala akan kekurang SDM berkualitas yang mampu mengembangkan Desa Wisata…” artinya desa tidak mendapatkan dukungan SDM yang berkualitas sehingga baik yang merumuskan kebijakan dan juga yang menjalankan kebijakan menjadi sama-sama tidak berjalan dengan harapan sehingga menimbulkan kendala-kendala atau hambatan dalam mewujudkan desa wisata budaya. Selain itu, informan juga menambahkan bahwa “...Banyak warga yang ada di Plunturan kalau ya ndak keluar daerah, mereka yang ada di desa biasanya pendidikannya ya begitu-begitu saja. Jadi akibatnya ya tidak adanya SDM yang mumpuni...” artinya masalah kekurang SDM berkualitas ini dimulai dari karena terjadinya perpindahan dari desa ke kota atau urbanisasi, sehingga terjadi kekurangan atau defisit SDM yang mumpuni. Hal ini senada dengan pendapat dari Bpk. Tri Pamuji Informan 6 pada entry no. 34 dengan mengatakan bahwa “...Kalau saya. Memandangnya dari regenerasi SDM ya. Karena SDM yang ada di Desa Plunturan mayoritas kalau tidak keluar ke Kota Madiun atau Solo, biasanya mereka pergi ke kota besar seperti Surabaya atau Malang...”. 3. Berdasarkan entry dengan Bpk. Tri Pamuji Informan 6, dapat diperoleh informasi bahwa persoalan lebih lanjut yang terjadi di desa Plunturan adalah selain karena adanya urbanisasi dari desa ke kota, namun mereka yang telah 21 keluar dari desa kurang memberikan perhatian atau kontribusi terhadap desa mereka setelah berhasil di luar. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Yang menjadi persoalan adalah kemudian tidak ada kontribusi terhadap desa Plunturan. Jadi istilahnya adalah setelah keluar dari Plunturan, mereka ya good bye. Paling-paling mereka kembali kalau ndak lebaran ya acara-acara penting saja. Namun selebihnya tidak terlalu memberikan perhatian terhadap kampung halamannya. Sangat sedikit sekali yang bisa memberikan kontribusi nyata terhadap desa. Atau ada yang mau kembali ke desa untuk mengembangkan desa…” artinya desa kehilangan potensi-potensi SDM penting karena keengganan untuk kembali lagi setelah sukses atau juga karena mereka merasa bukan lagi menjadi bagian dari desa sehingga kurang memberikan kontribusi nyata kepada desa setelah berhasil diluar. Atau bisa jadi juga mereka menganggap bahwa kehadiran mereka sama sekali tidak akan memberikan dampak apapun kepada desa dan karena urusan mereka atau pekerjaan mereka di luar sudah cukup banyak sehingga tidak mampu lagi untuk memberikan kontribusi apapun kepada desa Plunturan. 4. Berdasarkan entry dengan Bpk. Tri Pamuji Informan 6, dapat diperoleh informasi bahwa sebenarnya desa Plunturan saat ini berada dalam kondisi yang sangat memerlukan dukungan dan bantuan dari SDM yang berkualitas, terutama mereka-mereka yang adalah warga asli dari Plunturan dalam membangun dan mengembangkan desa wisata budaya. Kehadiran mereka secara langsung maupun tidak langsung sangat diharapkan oleh mereka yang ada di Plunturan saat ini agar dapat melaksanakan cita-cita desa menjadi lebih sejahtera dan makmur. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Padahal desa sangat membutuhkan kehadiran SDM-SDM yang berkualitas agar dapat mewujudkan pengembangan Desa Wisata. Contohnya Bapak Tri Pambudi, harus merangkap beberapa jabatan dan masih belum ada ditemukan penggantinya, sehingga pekerjaan pak Tri juga makin menumpuk…” artinya desa kehilangan potensi-potensi SDM penting yang dapat memegang jabatan-jabatan penting di desa dan dapat mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan desa terutama kebijakan fiskal yang lebih mendukung pembangunan dan pengembangan desa wisata budaya. 5. Berdasarkan entry dengan Bpk. Sutris Informan 7, dapat diperoleh informasi bahwa sebenarnya yang menjadi alasan dari banyaknya pemuda remaja desa yang lebih memilih merantau keluar desa daripada tetap bertahan adalah karena desakan ekonomi dan tuntutan untuk memperoleh pendidikan yang layak. Mereka tidak dapat bertahan di desa karena kurangnya pendapatan 22 dan juga keinginan untuk merubah nasib mereka. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Sebagai ketua karang taruna, bukannya kami tidak ada orang-orang muda di desa Plunturan. Kelompok kami masih jalan dan masih terlibat dengan kesenian setempat. Namun ya itu, kendalanya adalah keterbatasan kualitas dari SDM nya. Selain karena lingkungan dan juga latar belakang pendidikan, juga tingkat ekonomi yang kurang. Banyak orang-orang muda desa merantau keluar dari desa karena desakan faktor ekonomi. Mereka pergi karena di desa sendiri tidak ada mata pencarian yang mencukupi. Setidaknya mereka pergi ke kota-kota yang lebih besar dari desa Plunturan. Seperti Ponorogo atau Madiun. Mayoritas juga bekerja sebagai buruh pabrik dan karyawan…” artinya kebutuhan yang cukup mendesak agar dapat menahan laju urbanisasi dari desa ke kota adalah dengan mulai membangun lapangan-lapangan pekerjaan di desa dan juga meningkatkan mutu pendidikan di desa Plunturan, sehingga warga desa tidak lagi berpikiran untuk meninggalkan desa dan juga dapat fokus membangun desa sambil tetap mencari nafkah. Selain itu, Bpk. Napi Setyawan Informan 5 pada entry no. 44 juga menambahkan bahwa “…Untuk permasalahan desa memang harus dibereskan dari akarnya. Karena sebenarnya masalah utama desa semua bermula dari tingkat kesejahteraan masyarakat. Saya percaya kalau di desa Plunturan kesejahteraan itu cukup maka sumber daya manusia potensial di sini tidak akan pergi keluar dari desa. Mereka bisa menemukan pekerjaan yang layak disini sehingga mereka juga bekerja mencukupi kebutuhan hidup sambil juga partisipasi dalam mengembangkan desa. Selain itu, kualitas pendidikan yang ada di desa Plunturan sendiri juga perlu di tingkatkan sehingga skill maupun ability dari SDM di desa Plunturan menjadi cukup mumpuni, sehingga kita tidak akan kekurangan SDM dalam mengembangkan desa Plunturan…” jelaslah, bahwa desakan ekonomi menjadi faktor yang cukup penting untuk segera dipenuhi karena hal tersebut menyangkut kebutuhan primer manusia. Selain itu, karena tingkat pendidikan dan kualitas pendidikan yang rendah, menyebabkan warga desa, terutama pemuda remaja desa, akan lebih memikirkan untuk menjadi karyawan atau buruh pabrik daripada menjadi wirausaha untuk menciptakan dan membuka lapangan pekerjaan di desa. Keterbatasan keterampilan dan kemampuan menjadikan mereka menjadi takut untuk keluar menjadi pemimpin yang membangun usaha mereka sendiri atau melanjutkan usaha orang tua mereka. 6. Berdasarkan entry dengan Bpk. Sutris Informan 7, dapat diperoleh informasi lebih lanjut bahwa halangan lain yang membuat desa tidak dapat 23 berkembang adalah karena masih terdapat friksi-friksi dalam kelompok-kelompok yang ada di antara warga desa. Tidak jarang friksi-friksi ini menjadi batu penghalang agar dapat menjalankan cita-cita dalam mengembangan desa wisata karena ada kepentingan-kepentingan tertentu. Penyebabnya adalah karena tingkat pendidikan yang rendah dan pola pikir yang lama atau kolot sehingga masih bergolong-golongan. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Belum lagi kalau di desa, masih ada friksi antar kelompok-kelompok tertentu karena rendahnya tingkat pendidikan sehingga masih berpikir dengan cara yang lama. Masih bergolong-golongan dan tidak bisa berpikiran maju…” artinya masalah selanjutnya yang muncul akibat tingkat pendidikan dan kualitas pendidikan di desa yang rendah menyebabkan warga desa menjadi lebih mudah bergolong-golongan dan membangun kelompok-kelompok tertentu sehingga tidak bisa ada kekompakan dalam membangun desa. Senada dengan pernyataan diatas, Bpk. Suwarto Informan 2 pada entry no. 39 juga mendukungnya dengan kalimat “…Ya itu juga kendalanya Mas. Masih ada kelompok-kelompokan sehingga terkadang perangkat desa juga kesusahan dalam merumuskan kebijakan apabila tidak di dukung oleh kelompok masyarakat. Dan kelompok masyarakat sendiri saling bertentangan antara satu dengan yang lain karena kepentingannya sendiri-sendiri…” dan Bpk. Tri Pambudi Informan 3 pada entry no. 40 dengan kalimat “…Itulah mengapa susah sekali untuk maju kalau masih seperti itu. Terkadang juga masih dibawa dendam. Padahal harusnya kalau dalam rembukan sudah selesai ya selesai. Tapi terkadang masih bisa terbawa sampai di luar rembukan…”. 7. Berdasarkan entry dengan Bpk. Suwarto Informan 2, dapat diperoleh informasi lebih lanjut bahwa perangkat desa sudah berusaha mencoba untuk menyelesaikan segala bentuk persoalan yang dapat menjadi halangan dalam mengembangkan desa menjadi desa wisata budaya. Pihak perangkat desa berusaha berperan aktif dalam memediasi segala permasalahan-permasalahan diatas. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Sebenarnya pihak desa atau pemerintah desa sudah banyak melakukan mediasi-mediasi dan rembukan supaya dapat menyelesaikan permasalahan seperti ini. Namun ya terkadang dalam rembukan sudah beres tetapi ketika diluar masih juga bisa kembali lagi muncul kepermukaan masalah-masalah sebelumnya…” artinya masalah-masalah yang ada didesa itu kembali kepada masing-masing personal warga desa. Kalau warga desa memang ingin melihat desa menjadi maju, maka sikap dan kebiasaan untuk mengungkit-ungkit masa 24 lalu harus benar-benar dibuang atau disingkirkan dan lebih meletakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Menjaga keutuhan dan kekompakan lebih utama dibandingkan ego dari masing-masing personal. 8. Berdasarkan entry dengan Bpk. Napi Setyawan Informan 5, dapat diperoleh informasi lebih lanjut bahwa selain kesejahteraan dan pendidikan yang perlu ditingkatkan, setiap pemuda remaja desa perlu ditanamkan rasa cinta terhadap desa dan seni kebudayaan daerah kampung halaman mereka. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Kalaupun nantinya mereka harus keluar dari desa Plunturan untuk menuntut ilmu, kita juga tanamkan rasa cinta kepada kesenian budaya Plunturan supaya nantinya ketika mereka sukses di luar mereka bisa tetap kembali untuk memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung. Bagi yang bisa kembali, ya kembali untuk menduduki jabatan-jabatan penting di desa. Kalau tidak ya bisa lewat dukungan-dukungan lainnya seperti membantu membangun jaringan-jaringan mitra dengan perusahaan atau institusi di luar desa Plunturan. Nah rasa cinta terhadap desa inilah yang harus kita pupuk dari sejak sekarang…” artinya menanam rasa cinta terhadap kesenian dan budaya daerah serta desa menjadi kebutuhan mendesak lainnya yang harus dengan segera dipupuk dari sejak dini karena kalau tidak, maka desa akan terlanjur kekurangan SDM potensial dan kehabisan orang-orang yang peduli dengan pengembangan desa. Apabila kelak mereka terpaksa harus keluar dari desa, maka didalam lubuk hati mereka masih tetap menyimpan rasa peduli terhadap desa dan tidak melupakannya. Bahkan mungkin nantinya setelah sukses dapat memberikan kontribusi sumbangsih secara langsung maupun tidak langsung terhadap desa. Seperti yang tercermin dalam kalimat berikut “…Kalau tidak makin lama akan makin berkurang orang-orang yang peduli dengan desa ini dan makin pudarlah harapan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan desa serta mengembangkan desa menjadi desa wisata. Sebelum semuanya terlambat…”. 9. Berdasarkan entry dengan Bpk. Sutris Informan 7, dapat diperoleh informasi lebih lanjut bahwa kelompok karang taruna sudah memulai langkah terlebih dahulu untuk mengantisipasi degradasinya rasa cinta orang-orang muda desa terhadap kesenian dan kebudayaan desa. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Itulah mengapa kami kelompok karang taruna dan juga kelompok pemuda desa mulai juga menumbuhkan rasa cinta kepada remaja anak-anak desa melalui melibatkan mereka dalam kegiatan- 25 kegiatan kesenian desa walaupun kapasitas mereka tidaklah besar seperti orang dewasa. Kami rutin mengadakan kegiatan latihan-latihan seperti reog, gajah-gajahan dan karawitan supaya setidaknya mereka akan pernah mencicipi rasa dari kebudayaan desanya sendiri. Kami bekerja sama dengan para sesepuh desa untuk menanamkan filosofi-filosofi dari masing-masing kesenian agar nantinya mereka latihan itu bukan hanya paham gerakannya yang diluar tetapi juga paham betul makna yang terkandung dari setiap gerakan tersebut. Saya percaya kalau ini terus menerus dilakukan maka akan tertanam rasa cinta terhadap kesenian budaya daerahnya bukan hanya luaran saja tapi sampai merasuk kedalam batin mereka. Seperti itu…” artinya sudah ada langkah konkrit yang coba dilakukan oleh kelompok karang taruna untuk mulai menanamkan rasa cinta terhadap kesenian dan kebudayaan serta desa Plunturan sendiri. Kelompok karang taruna sudah memulai langkah dengan membentuk kelompok-kelompok kesenian tingkat anak-anak, remaja, dan pemuda. Namun tidak saja untuk mengajarkan kegiatan yang diluar tetapi lebih menekankan kepada filosofi dan pemikiran dari setiap masing-masing kesenian tersebut. kelompok karang taruna menggandeng sesepuh desa untuk dapat memandu sehingga setiap kesenian tersebut tetap terjaga filosofinya. Berdasarkan entry dengan Bpk. Tri Pamuji Informan 6, dapat diperoleh informasi lebih lanjut bahwa betapa pentingnya setiap personal yang saat ini peduli dengan pengembangan desa kearah desa wisata budaya agar tidak putus asa dan tetap konsisten menjalankan apa yang sudah menjadi kebijakan bersama untuk dapat mewujudkan cita-cita menjadi desa wisata budaya. Hal ini tercermin dari perkataan informan dalam kalimat “…Sebagai anggota dari kelompok Pokdarwis, saya sendiri merasakan bahwa pentingnya kebersamaan dan kekompakan dalam mewujudkan cita-cita desa bersama. Kalau tidak adanya kekompakan, maka sulit dalam mewujudkan desa wisata. Karena setiap kebijakan yang ada tidak akan dapat dijalankan. Tapi saya cukup salut dengan Bapak Kepala desa yang lumayan sering melakukan sosialisasi-sosialisasi terhadap kelompok-kelompok masyarakat desa agar bisa terbangun satu visi misi yang sama dan jelas di dalam diri warga desa. Walaupun sampai saat ini masih dirasa kurang, tetapi saya percaya lambat laun akan muncul perubahan ditengah-tengah warga desa. Asal kita tidak menjadi putus asa saja dan berhenti…” artinya desa tetap optimis terhadap perubahan pada masa depan tanpa ada keraguan sedikitpun. Setiap orang yang sudah melihat hal ini dapat saling bahu-membahu untuk menerima dan melaksanakan apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama, yang sudah dirumuskan melalui kebijakan-kebijakan desa. Termasuk kebijakan fiskal, dari 26 tingkat paling atas sampai kepada tingkat yang paling bawah. Seluruh elemen masyarakat bersatu untuk menjalankannya tanpa ada pertentangan lagi, maka desa wisata budaya akan dapat terwujud di desa Plunturan. V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan kegiatan wawancara dalam FGD dengan informan di Desa Plunturan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo menghasilkan simpulan sebagai berikut 1. Letak permasalahan sesungguhnya dari pengembangan desa wisata budaya adalah bukan karena desentralisasi atau tidak desentralisasi kebijakan saja, namun lebih kepada masalah kurangnya kompetensi sehingga pelaksanaan kebijakan tidak dapat berjalan dengan benar. Setiap kebijakan yang dirumuskan hanya akan dijalankan dengan ala kadarnya saja dan tidak ada sikap lebih dalam memastikan bahwa kebijakan-kebijkan tersebut dapat terlaksana dan terimplementasi dengan benar dan tepat. 2. Desa tidak mendapatkan dukungan SDM yang berkualitas sehingga baik yang merumuskan maupun yang menjalankan kebijakan sama-sama tidak berjalan sesuai harapan sehingga menimbulkan kendala-kendala atau hambatan dalam mewujudkan desa wisata budaya. Masalah kekurang SDM berkualitas ini dimulai dari karena terjadinya perpindahan dari desa ke kota atau urbanisasi, sehingga terjadi kekurangan atau defisit SDM yang mumpuni. 3. Desa kehilangan potensi-potensi SDM penting karena keengganan untuk kembali lagi setelah sukses atau juga karena mereka merasa bukan lagi menjadi bagian dari desa sehingga kurang memberikan kontribusi nyata kepada desa setelah berhasil diluar. Atau bisa jadi juga mereka menganggap bahwa kehadiran mereka sama sekali tidak akan memberikan dampak apapun kepada desa dan karena urusan mereka atau pekerjaan mereka di luar sudah cukup banyak sehingga tidak mampu lagi untuk memberikan kontribusi apapun kepada desa Plunturan. 4. Desa kehilangan potensi-potensi SDM penting yang dapat memegang jabatan-jabatan penting di desa dan dapat mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan desa terutama kebijakan fiskal yang lebih mendukung pembangunan dan pengembangan desa wisata budaya. 5. Kebutuhan yang cukup mendesak agar dapat menahan laju urbanisasi dari desa ke kota adalah dengan mulai membangun lapangan-lapangan pekerjaan di desa 27 dan juga meningkatkan mutu pendidikan di desa Plunturan, sehingga warga desa tidak lagi berpikiran untuk meninggalkan desa dan juga dapat fokus membangun desa sambil tetap mencari nafkah. Desakan ekonomi menjadi faktor yang cukup penting untuk segera dipenuhi karena hal tersebut menyangkut kebutuhan primer manusia. Selain itu, karena tingkat pendidikan dan kualitas pendidikan yang rendah, menyebabkan warga desa, terutama pemuda remaja desa, akan lebih memikirkan untuk menjadi karyawan atau buruh pabrik daripada menjadi wirausaha untuk menciptakan dan membuka lapangan pekerjaan di desa. Keterbatasan keterampilan dan kemampuan menjadikan mereka menjadi takut untuk keluar menjadi pemimpin yang membangun usaha mereka sendiri atau melanjutkan usaha orang tua mereka. 6. Masalah selanjutnya yang muncul akibat tingkat pendidikan dan kualitas pendidikan di desa yang rendah menyebabkan warga desa menjadi lebih mudah bergolong-golongan dan membangun kelompok-kelompok tertentu sehingga tidak bisa ada kekompakan dalam membangun desa. 7. Masalah-masalah yang ada didesa itu kembali kepada masing-masing personal warga desa. Kalau warga desa memang ingin melihat desa menjadi maju, maka sikap dan kebiasaan untuk mengungkit-ungkit masa lalu harus benar-benar dibuang atau disingkirkan dan lebih meletakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Menjaga keutuhan dan kekompakan lebih utama dibandingkan ego dari masing-masing personal. 8. Menanam rasa cinta terhadap kesenian dan budaya daerah serta desa menjadi kebutuhan mendesak lainnya yang harus dengan segera dipupuk dari sejak dini karena kalau tidak, maka desa akan terlanjur kekurangan SDM potensial dan kehabisan orang-orang yang peduli dengan pengembangan desa. Apabila kelak mereka terpaksa harus keluar dari desa, maka didalam lubuk hati mereka masih tetap menyimpan rasa peduli terhadap desa dan tidak melupakannya. Bahkan mungkin nantinya setelah sukses dapat memberikan kontribusi sumbangsih secara langsung maupun tidak langsung terhadap desa. 9. Sudah ada langkah konkrit yang coba dilakukan oleh kelompok karang taruna untuk mulai menanamkan rasa cinta terhadap kesenian dan kebudayaan serta desa Plunturan sendiri. Kelompok karang taruna sudah memulai langkah dengan membentuk kelompok-kelompok kesenian tingkat anak-anak, remaja, dan pemuda. Namun tidak saja untuk mengajarkan kegiatan yang diluar tetapi lebih menekankan kepada filosofi dan pemikiran dari setiap masing-masing kesenian tersebut. kelompok karang taruna menggandeng sesepuh desa untuk dapat memandu sehingga setiap kesenian tersebut tetap terjaga filosofinya. 28 10. Desa tetap optimis terhadap perubahan pada masa depan tanpa ada keraguan sedikitpun. Setiap orang yang sudah melihat hal ini dapat saling bahu-membahu untuk menerima dan melaksanakan apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama, yang sudah dirumuskan melalui kebijakan-kebijakan desa. Termasuk kebijakan fiskal, dari tingkat paling atas sampai kepada tingkat yang paling bawah. Seluruh elemen masyarakat bersatu untuk menjalankannya tanpa ada pertentangan lagi, maka desa wisata budaya akan dapat terwujud di desa Plunturan. Saran Berdasarkan pembahasan kegiatan wawancara dalam FGD dengan informan di Desa Plunturan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo adalah menghasilkan saran sebagai berikut 1. Pemerintah desa juga harus memulai langkah awal untuk mencari dan menilai potensi-potensi desa yang bisa diangkat menjadi lapangan pekerjaan baru bagi warga desa. Terutama mereka-mereka yang berusia remaja dan pemuda. Tuntutan ekonomi selalu menjadi kendala besar dalam masyarakat dan sering menjadi sumber kekhawatiran dikalangan ekonomi menengah kebawah. 2. Pemerintah desa juga perlu memulai langkah awal dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di desa. Dimulai dari Taman kanak-kanak TK sampai kepada tingkat Sekolah Menegah Atas SMA agar remaja pemuda desa menjadi terdidik dan terlatih. Kualitas pendidikan bisa di tingkatkan melalui mengundang pengajar-pengajar berkualitas dari desa ataupun luar desa sehingga tidak saja meningkatkan kompetensi namun juga menanamkan nilai-nilai filosofi desa. 3. Perlu adanya pembangunan pondok-pondok kesenian yang memfasilitasi pelaksanaan transfer ilmu dan juga pengajaran kesenian budaya. Pembangunan pondok-pondok ini bisa dalam satu lokasi atau berbeda lokasi. Tergantung ketersediaan dana dan lahan. 4. Perlu adanya kurikulum khusus yang mengatur pengajaran dan transfer ilmu keseniaan budaya yang menarik dan sesuai dengan gaya masa kini namun tidak menurunkan nilai-nilai atau menggerus makna filosofi dari kesenian tersebut. 5. Perlu adanya kompetisi-kompetisi kesenian yang lebih terarah dan terukur sehingga dapat memunculkan lingkungan berkompetisi yang sehat dan membangun. Dengan adanya kompetisi, maka akan memunculkan prestise prestige dikalangan warga dan terutama anak-anak muda desa. 29 6. Pondok kesenian, kurikulum pendidikan kesenian, dan kompetisi kesenian akan menjadi kombinasi yang sangat hebat untuk menarik banyak orang untuk datang ke desa Plunturan. Baik itu wisatawan ataupun juga SDM-SDM baru dari daerah lain yang tertarik untuk mempelajari kesenian asli Plunturan. Secara tidak langsung akan meningkatkan nilai dari desa dan juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa. Desa tidak akan kehilangan sumber daya manusia potensial asli desa, malahan akan ketambahan dari daerah lain. Terlebih lagi apabila hal ini juga didukung dengan adanya lapangan pekerjaan potensial dan kualitas pendidikan yang mumpuni. Maka mewujudkan desa wisata budaya bukan lagi menjadi mimpi belaka dan bisa menjadi kenyataan. 7. Untuk masalah friksi-friksi yang muncul ditengah-tengah warga, maka pemerintah desa perlu menggandeng sesepuh, pemuka, dan orang-orang terpandang di desa untuk mencari akar permasalahan dan mencairkannya. Kalau para sesepuh, pemuka, dan orang-orang terpandang di desa sudah bisa disatukan, maka kebawahnya akan lebih mudah. Karena warga desa lebih banyak melihat mereka-mereka yang ada diatas sebagai teladan mereka. Kalau para pemimpin sudah bisa disatukan maka akan mudah menyatukan warga yang ada dibawah. Namun memang ini perlu waktu, proses yang panjang, dan kemauan yang kuat demi kemajuan bersama. 8. Menanamkan rasa cinta terhadap desa dapat dimulai dari bagaimana kita menghargai sesama warga desa dan orang-orang yang ada didalamnya. Karena sejatinya, desa Plunturan dibangun dari orang-orang yang ada didalamnya. Kalau sudah bisa menerima keberadaan satu sama lain, maka untuk dapat mencintai kesenian budaya Plunturan akan menjadi lebih objektif dan realistis. Mencintai orangnya baru bisa mencintai kebudayaannya. DAFTAR PUSTAKA Adams, L. 2017. HR Disrupted It's time for something different. Practical Inspiration Publishing. Berman, E. M. Bowman, J. S. West, J. P. & Wart, M. V. 2001. Human Resource Management in Public Service Paradoxes, Processes, and Problems. SAGE Publications. Fottler, M. McAfee, R. & Nkomo, S. M. 1988. Human Resource Management Applications. South-Western College Pub. 30 Flippo, E. B. 1980. Personnel Management. Publisher McGraw-Hill. The University of Virginia. Gomez-Mejia, L. R. Balkin, D. B. & Cardy, R. L. 2010. Managing Human Resources. Edition 6. Publisher Pearson/Prentice Hall. Pennsylvania State University. Kaufman, B. E. 2008. Managing the Human Factor The Early Years of Human Resource Management in American Industry. Ithaca, New York Cornell University Press. p. 312n28. Keswin, E. 2018. Bring Your Human to Work 10 Surefire Ways to Design a Workplace That Is Good for People, Great for Business, and Just Might Change the World. McGraw Hill Professional. Mathis, Jackson, 2003. Human Resource Management The Historical Background of HRM. Thomson. Retrieved 2018-09-21. McGaughey, E. 2018. A Human is not a Resource. Centre for Business Research, University of Cambridge Working Paper 497. Megginson, L. C. 1981. Personnel Management A Human Resources Approach. Irwin Publisher. The University of California. Noe, R. A. Hollenbeck, J. R. Gerhart, B. & Wright, P. M. 2007. Human resource Management Gaining a Competitive Advantage. USA McGraw-Hill. Radhakrishna, A., & R. Satya Raju. 2015. A Study On The Effect Of Human Resource Development On Employment Relations. IUP Journal of Management Research 28-42. Business Source Complete. Web. 25 Sept. 2015. Rachael, J. M. Waters, S. D. Streets, V. N. & McFarlane, L. 2018. The Practical Guide to HR Analytics Using Data to Inform, Transform, and Empower HR Decisions. Society For Human Resource Management. Ulrich, D. Younger, J. Brockbank, W. & Ulrich, M. 2012. HR from the Outside In Six Competencies for the Future of Human Resources. Publisher McGraw-Hill Education. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Bruce E. KaufmanHuman resource departments are key components in the people management system of nearly every medium-to-large organization in the industrial world. They provide a wide range of essential services relating to employees, including recruitment, compensation, benefits, training, and labor relations. A century ago, however, before the concept of human resource management had been invented, the supervision and care of employees at even the largest companies were conducted without written policies or formal planning, and often in harsh, arbitrary, and counterproductive ways. How did companies such as United States Steel manage a workforce of 160,000 employees at dozens of plants without a specialized personnel or industrial relations department? What led some of these organizations to introduce human resources practices at the end of the nineteenth century? How were the earliest personnel departments structured and what were their responsibilities? And how did the theory and implementation of human resources management evolve, both within industry and as an academic field of research and teaching? In Managing the Human Factor, Bruce E. Kaufman chronicles the origins and early development of human resource management HRM in the United States from the 1870s, when the Labor Problem emerged as the nation's primary domestic policy concern, to 1933 and the start of the New Deal. Through new archival research, an extensive review and synthesis of the historical and contemporary literatures, and case studies illustrating best and worst practices during this period, Kaufman identifies the fourteen ideas, events, and movements that led to the creation of specialized HRM departments in the late 1910s, as well as their further growth and development into strategic business units in the welfare capitalism period of the 1920s. The research presented in this book not only uncovers many new aspects of the early development of personnel and industrial relations but also challenges central parts of the contemporary interpretation of the concept and evolution of HRM. Rich with insights on both the present and past of human resource management, Managing the Human Factor will be widely regarded as the definitive account of the early history of employee management in American companies and a must-read for all those interested in the indispensable function of managing people in Disrupted It's time for something differentL AdamsAdams, L. 2017. HR Disrupted It's time for something different. Practical Inspiration Resource Management ApplicationsM FottlerR McafeeS M NkomoFottler, M. McAfee, R. & Nkomo, S. M. 1988. Human Resource Management Applications. South-Western College Management. Publisher McGraw-Hill. The University of VirginiaE B FlippoFlippo, E. B. 1980. Personnel Management. Publisher McGraw-Hill. The University of Human Resources. Edition 6. Publisher Pearson/Prentice HallL R Gomez-MejiaD B BalkinR L CardyGomez-Mejia, L. R. Balkin, D. B. & Cardy, R. L. 2010. Managing Human Resources. Edition 6. Publisher Pearson/Prentice Hall. Pennsylvania State Your Human to Work 10 Surefire Ways to Design a Workplace That Is Good for People, Great for Business, and Just Might Change the WorldE KeswinKeswin, E. 2018. Bring Your Human to Work 10 Surefire Ways to Design a Workplace That Is Good for People, Great for Business, and Just Might Change the World. McGraw Hill Resource Management The Historical Background of HRMR MathisJ JacksonMathis, Jackson, 2003. Human Resource Management The Historical Background of HRM. Thomson. Retrieved Management A Human Resources Approach. Irwin Publisher. The University of CaliforniaL C MegginsonMegginson, L. C. 1981. Personnel Management A Human Resources Approach. Irwin Publisher. The University of California.
ANALISAPENGARUH RENDAHNYA KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PROYEK DI SURABAYA Soelistyono 1) dan. Christiono Utomo 2) kinerja proyek adalah sebesar 0,593 yang dapat di lihat dari nilai R Square. Artinya variabel rendahnya kualitas SDM mempengaruhi variable kinerja proyek sebesar 59,3%, sedangkan
JAKARTA — Kerja sama riset berbasis inovasi antara perguruan tinggi dan dunia industri perlu dilakukan. Dalam Global Innovation Index 2019, posisi Indonesia dalam hal inovasi dikancah dunia berada di urutan 85, jauh dibawah negara Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Dewan Kehormatan Forum Rektor Indonesia FRI Asep Saefuddin mengatakan posisi Indonesia dalam Global Innovation Index menunjukkan kualitas SDM terutama di bidang kesehatan, pendidikan, riset, dan birokrasi pemerintahan. "Bila kita masih rendah berarti komponen itu masih jauh dari memadai. Itu yang jadi kendala indeks inovasi Indonesia masih di bawah," ujarnya kepada Kamis 25/7/2019. Untuk meningkatkan inovasi Indonesia, yang perlu dilakukan dengan memperbaiki sistem pendidikan dan birokrasi yang berkaitan dengan riset serta pendidikan tinggi. "Saya merasa kehadiran SMK itu mubazir, tidak diperlukan. Bisa diganti dengan lembaga talenta. Di pendidikan menengah cukup SMA 2 tahun, terus program talenta 1 tahun. Program talenta ini berisi pendidikan IT dan talenta kreativitas," katanya. Baca JugaIndeks Inovasi Global 2019 Indonesia Peringkat 85, Kalah dari Malaysia dan SingapuraPeningkatan riset di perguruan tinggi harus dilakukan dengan basis outcome yang dapat menyumbang inovasi dan kebaharuan baru. Selama ini, riset diperguruan tinggi terlalu berbasis administrasi sehingga cenderung menghambat inovasi dan tidak menyumbang indeks inovasi. Selain itu yang perlu dilakukan yakni insentif pajak harus berkaitan dengan outcome based research. Namun, pemberian insentif ini harus dibarengi dengan perubahan birokrasi pada riset sehingga akan berdampak pada indeks inovasi Indonesia. "Perlu ada mandat riset bagi kampus besar yang sudah mapan. Riset tanpa mandat, negara tidak dapat apa-apa dan indeks inovasi Indonesia juga tidak akan berubah. Mandatkan kepada perguruan tinggi seperti IPB untuk riset pangan, ITB untuk teknologi informasi, kesehatan ke UI, dan kampus di Provinsi mandatkan untuk penguatan sumber daya lokal di tempat itu," terang Asep. Pemberian mandat ini juga dapat dilakukan ke beberapa perguruan tinggi untuk bergabung dalam konsorsium riset mandat tertentu. "Bila outcome hasilnya berdampak pada ekonomi dan indeks inovasi global, perguruan tinggi diberi insentif lagi, misalnya kemudahan pengiriman posdoct atau lainnya atau bisa juga insentif bebas pajak PPH bagi peneliti dalam tim mandat," ucapnya. Menurutnya, masih sedikitnya riset yang menghasilkan inovasi karena tak adanya grand design riset secars nasional. Selain itu, peneliti merasa jago sendiri dan merasa berhasil memenangkan riset kompetitif"Cenderung peneliti itu-itu saja. Hasilnya hanya menaikan citra dirinya saja, paling jauh citra kampus tetapi bukan negara," kata Asep. Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia APTISI Budi Djatmiko menuturkan rendahnya inovasi yang dilakukan oleh Indonesia juga karena riset yang masih sedikit. Terlebih, perguruan tinggi swasta sangat sulit untuk memperoleh pendanaan dari Kemenristekdikti sehingga riset yang dilakukan tak begitu banyak. Selain itu, tema yang dipilih peneliti, jarang yang aplikatif atau sesuai dengan kebutuhan industri atau yang menghasilkan inovasi sehingga riset yang dihasilkan hanya berupa kertas saja atau pemerintah perlu membuat kebijakan yang mewajibkan kepada industri untuk bekerja sama perguruan tinggi dalam melakukan riset yang menghasilkan inovasi sebagai upaya untuk meningkatkan Global Innovation Index Indonesia. Hal ini dikarenakan banyak industri yang melakukan riset sendiri atau menggunakan lembaga asing."Perlu ada grand design riset, riset seperti apa yang dibutuhkan, arahnya kemana dan sebagainya," ucap Budi. Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Apindo Bob Azzam mengatakan posisi Indonesia dalam Global Innovation Index yang di bawah negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam ini menjadi alarm untuk sungguh-sungguh memperbaiki iklim iptek supaya lebih efektif lagi. Menurutnya, yang perlu dilakukan saat ini kerjasama yang intens antara bisnis-pemerintah-akademisi untuk membangun riset yang innovatif dan meningkatkan daya saing industri serta ekspor."Yang perlu di bangun ekosistem innovasi. Kelemahan masih suka jalan sendiri-sendiri. Perlu juga diubah pendekatan risetnya dimana harus didorong innovasi yang dekat dengan pasar," tutur Bob. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini inovasi Editor Wike Dita Herlinda Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam
Sumberdaya manusia (SDM) adalah salah satu yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan. SDM juga merupakan kunci yang menentukan perkembangan perusahaan. Pada hakikatnya, SDM berupa manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan organisasi itu.
. 31 262 305 481 263 57 137 13
rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat diketahui dari